Beranda | Artikel
Penjelasan Tentang Islam
Rabu, 29 September 2010

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, meminta ampunan kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari keburukan hawa nafsu kita dan dari kejelekan amal-amal kita. Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Amma ba’du.

Ketahuilah, wahai saudaraku… sesungguhnya Islam ini merupakan agama seluruh rasul dari sejak rasul yang pertama Nuh ‘alaihis salam hingga yang terakhir yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap nabi dan rasul datang untuk mendakwahkan kepada agama Islam dengan makna; kepasrahan dan ketundukan kepada Allah dengan menjalani ketaatan dan beribadah kepada-Nya dengan ikhlas serta membebaskan diri dari kesyirikan. Tidak ada dakwah rasul dan nabi yang menyelisihi dalam perkara pokok yang agung ini. Inilah agama Islam, agama yang mengajarkan ilmu, amal, dakwah, dan kesabaran dalam menghadapi cobaan di atasnya (lihat Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah, hal. 149)

Kebenaran Islam

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima darinya, dan kelak di akherat dia pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang beragama kepada Allah dengan selain agama Islam yang telah diridhai Allah untuk hamba-hamba-Nya maka amalannya tertolak, tidak diterima. Karena agama Islam itu mengandung kepasrahan kepada Allah dalam bentuk keikhlasan -beribadah- dan ketundukan kepada rasul-rasul-Nya. Apabila seorang hamba tidak menghadap -Allah- dengan membawanya maka dia tidak datang dengan membawa sebab keselamatan dari azab Allah dan tidak membawa sesuatu yang akan dapat membuatnya berhasil menuai pahala-Nya, sedangkan semua agama selainnya adalah batil.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 137)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama -yang benar- di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini merupakan kabar dari Allah ta’ala bahwasanya tidak ada agama di sisi-Nya yang diterima oleh-Nya selain Islam; yaitu mengikuti para rasul dalam ajaran-ajaran yang mereka bawa dari Allah pada setiap masa sampai akhirnya ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dengan itu tertutuplah semua jalan kepada-Nya kecuali dari arah  Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang berjumpa dengan Allah setelah diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memeluk agama selain syari’atnya maka tidak diterima…” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [2/19])

Islam Untuk Segenap Manusia

Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan Allah untuk menyeru ahli kitab dan orang-orang musyrik untuk masuk ke dalam agama Islam setelah diutusnya beliau. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberikan al-Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum yang ummi/buta huruf (yaitu orang-orang musyrik); ‘Apakah kalian mau masuk Islam?’. Apabila mereka masuk Islam, sungguh mereka mendapatkan petunjuk, dan apabila mereka justru berpaling, maka sesungguhnya kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Allah Maha melihat semua hamba.” (QS. Ali Imran: 20)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini dan juga ayat-ayat lain yang serupa merupakan penunjukan yang sangat tegas mengenai keumuman pengutusan beliau -semoga salawat dan keselamatan tercurah kepadanya- kepada semua manusia sebagaimana hal itu telah diketahui sebagai bagian dari agama secara pasti, sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil al-Kitab maupun as-Sunnah dalam banyak ayat dan hadits.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [2/20])

Diantara ayat yang menunjukkan hal itu, firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad); Wahai umat manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semuanya.” (QS. al-A’raaf: 158). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Maha berkah Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh manusia.” (QS. al-Furqan: 1).

Dalil dari hadits, diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seorangpun di kalangan umat ini yang mendengar kenabianku, baik dia beragama Yahudi ataupun Nasrani, lalu dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim [153]). Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat kandungan hukum bahwasanya semua agama telah dihapuskan pemberlakuannya dengan adanya risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (al-Minhaj [2/245]). Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “…Dahulu para nabi itu diutus khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada segenap umat manusia.” (HR. Bukhari [335] dan Muslim [521], ini lafal Bukhari).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan: Suatu saat ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, kemudian ada seorang lelaki yang datang dengan mengendarai seekor onta, lantas dia berhentikan ontanya itu di masjid lalu mengikatnya. Kemudian dia berkata, “Manakah di antara kalian yang bernama Muhammad?”. Ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk bersandar di antara mereka. Maka kami katakan, “Ini orangnya, lelaki yang berkulit putih dan sedang bersandar.” Lalu lelaki itu pun berkata kepada beliau, “Wahai Ibnu Abdil Muthallib?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Ya, kusambut keinginanmu.” Lelaki itu pun berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku akan bertanya kepadamu yang mungkin terlalu mengusik dirimu dalam menjawab pertanyaan itu. Maka janganlah engkau menyimpan kemarahan kepadaku disebabkan hal itu.” Nabi berkata, “Tanyakanlah apa yang kira-kira tampak perlu bagimu.” Lalu dia bertanya, “Aku bertanya kepadamu dengan menyebut nama Rabbmu dan Rabb orang-orang sebelummu, apakah benar Allah mengutusmu kepada semua umat manusia?. Beliau menjawab, “Allahumma, hal itu memang benar.” Lalu dia berkata, “Aku meminta kepadamu demi Allah, benarkah Allah yang memerintahkanmu supaya kami menunaikan sholat lima waktu dalam sehari semalam?”. Nabi menjawab, “Allahumma, hal itu memang benar.” Lalu dia berkata, “Aku meminta kepadamu demi Allah, benarkah Allah memerintahkanmu agar kami berpuasa pada bulan -Ramadhan- ini dalam setiap tahunnya?”. Nabi menjawab, “Allahumma, hal itu memang benar.” Lalu dia berkata, “Aku meminta kepadamu demi Allah, benarkah Allah memerintahkanmu untuk memungut sedekah/zakat ini dari kalangan orang kaya di antara kami lalu kamu bagikan kepada orang miskin di antara kami?”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allahumma, benar apa yang kamu ucapkan.” Lalu lelaki itu berkata, “Aku telah beriman kepada semua ajaran yang kamu bawa. Dan aku adalah utusan dari kaumku yang ada di belakangku. Namaku Dhimam bin Tsa’labah, salah seorang kerabat Bani Sa’d bin Bakr.” (HR. Bukhari [63] dan Muslim [12], lihat Fath al-Bari [1/182-183] dan Syarh Muslim [2/25-26])

Nabi dan Rasul Terakhir

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang lelaki di antara kalian, akan tetapi dia adalah seorang utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab: 40). Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini merupakan dalil yang tegas yang menunjukkan bahwa tidak ada lagi nabi sesudah beliau. Apabila tidak ada lagi nabi sesudahnya, maka itu artinya juga tidak ada lagi rasul sesudahnya, tentu lebih tidak ada lagi. Karena kedudukan kerasulan itu lebih khusus/istimewa daripada kedudukan kenabian, setiap rasul pasti nabi dan tidak sebaliknya…” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [6/261]).

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Perumpamaan diriku dengan para nabi seperti perumpamaan seorang lelaki yang membangun sebuah rumah lalu dia berusaha menyempurnakan dan melengkapinya kecuali tersisa satu tempat yang belum terisi batu-bata. Maka orang-orang pun mulai memasukinya dan terkagum-kagum terhadapnya, namun mereka berkata, ‘Seandainya satu tempat batu-bata ini terisi sungguh sempurna!’.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akulah yang menempati tempat batu-bata itu, aku datang lalu menutup nabi-nabi.” (HR. Bukhari [3534] dan Muslim [2287], ini lafal Muslim). al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terkandung pemberian perumpamaan dalam rangka memudahkan pemahaman dan juga menunjukkan keutamaan diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan seluruh nabi yang ada, dan ini menunjukkan bahwa dengan diutusnya beliau Allah telah menutup para rasul dan menyempurnakan syari’at-syari’at agama.” (Fath al-Bari [6/631], lihat juga penjelasan serupa oleh an-Nawawi dalam al-Minhaj [7/392]) 

Islam Juga Untuk Bangsa Jin

Imam Abu Ja’far ath-Thahawi rahimahullah berkata, “Beliau -Nabi Muhammad- diutus kepada segenap jin dan semua manusia, dengan membawa kebenaran dan petunjuk, dengan membawa sinar dan cahaya.” (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 166). Diantara dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada bangsa jin adalah firman Allah ta’ala yang menceritakan ucapan sebagian dari mereka (yang artinya), “Wahai kaum kami, penuhilah seruan seorang da’i yang mengajak kepada Allah itu (yaitu Nabi Muhammad).” (QS. al-Ahqaf: 31) (lihat Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 166 dan Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 783).

Rukun Islam

Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan, “Islam dibangun di atas lima perkara: kewajiban untuk mentauhidkan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (HR. Bukhari [8] dan Muslim [16], ini lafal Muslim). Dalam jalur riwayat lain -di dalam Shahih Muslim- masih dari Ibnu Umar juga disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: kewajiban beribadah kepada Allah -semata- dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.” (lihat Syarh Muslim [2/32])


Artikel asli: http://abumushlih.com/penjelasan-tentang-islam.html/